Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, supaya muncul
suatu ketenangan, kesenangan, ketenteraman, kedamaian dana kebahagiaan.
Hal ini tentu saja menyebabkan setiap laki-laki dan perempuan
mendambakan pasangan hidup yang memang merupakan fitrah manusia, apalagi
pernikahan itu merupakan ketetapan Ilahi dan dalam sunnah Rasul
ditegaskan bahwa “Nikah adalah Sunnahnya”. Oleh karena itu Dinul Islam
mensyariatkan dijalinnya pertemuan antara laki-laki dan perempuan dan
selanjutnya mengarahkan pertemuan tersebut sehingga terlaksananya suatu
pernikahan.
Namun dalam kenyataannya, untuk mencari pasangan yang
sesuai tidak selamanya mudah. Hal ini berkaitan dengan permasalahan
jodoh. Memang perjodohan itu sendiri suatu hal yang ghaib dan sulit
diduga, kadang-kadang pada sebagian orang mudah sekali datangnya, dan
bagi yang lain amat sulit dan susah. Bahkan ada kalanya sampai tua
seseorang belum menikah juga.
Fenomena beberapa tahun akhir-akhir
ini, kita melihat betapa banyaknya muslimah-muslimah yang menunggu
kedatangan jodoh, sehingga tanpa terasa usia mereka semakin bertambah,
sedangkan para musliminnya, bukannya tidak ada, mereka secara ma’isyah
belum berani maju untuk melangkahkan kakinya menuju mahligai rumah
tangga yang mawaddah wa rahmah. Kekhawatiran jelas tampak, di
tengah-tengah perekonomian yang semakin terpuruk, sulit bagi mereka
untuk memutuskan segera menikah.
Gejala ini merupakan salah satu
dari problematika dakwah dewasa ini. Dampaknya kaum muslimah semakin
membludak, usia mereka pelan namun pasti beranjak semakin naik.
Untuk
mencari solusinya, dengan tetap berpegangan kepada syariat Islam yang
memang diturunkan untuk kemaslahatan manusia, beberapa kiat mencari
jodoh dapat dilakukan :
1. Yang paling utama dan lebih utama
adalah memohonkannya pada Sang Khalik, karena Dialah yang menciptakan
manusia berpasang-pasangan (QS.4:1). Permohonan kepada Allah SWT dengan
meminta jodoh yang diridhoiNya, merupakan kebutuhan penting manusia
karena kesuksesan manusia mendapatkan jodoh berpengaruh besar dalam
kehidupan dunia dan akhirat seseorang.
2. Melalui mediator, antara lain:
a.
Orang tua. Seorang muslimah dapat meminta orang tuanya untuk
mencarikannya jodoh dengan menyebut kriteria yang ia inginkan. Pada masa
Nabi SAW, beliau dan para sahabat-sahabatnya segera menikahkan anak
perempuan. Sebagaimana cerita Fatimah binti Qais, bahwa Nabi SAW
bersabda padanya : Kawinlah dengan Usamah. Lalu aku kawin dengannya,
maka Allah menjadikan kebaikan padanya dan keadaanku baik dan
menyenangkan dengannya (HR. Muslim).
b. Guru ngaji (murabbiyah).
Jika memang sudah mendesak untuk menikah, seorang muslimah tidak ada
salahnya untuk minta tolong kepada guru ngajinya agar dicarikan jodoh
yang sesuai dengannya. Dengan keyakinan bahwa jodoh bukanlah di tangan
guru ngaji. Ini adalah salah satu upaya dalam mencari jodoh.
c.
Sahabat dekat. Kepadanya seorang muslimah bisa mengutarakan keinginannya
untuk dicarikan jodoh. Sebagai gambaran, kita melihat perjodohan antara
Nabi SAW dengan Khadijah RA. Diawali dengan ketertarikan Khadijah RA
kepada pribadi beliau yang pada saat itu berstatus karyawan pada
perusahaan bisnis yang dipegang oleh Khadijah RA. Melalui Nafisah
sebagai mediatornya akhirnya Nabi SAW menikahi Khadijah RA..
d.
Biro Jodoh. Biro jodoh yang Islami dapat memenuhi keinginan seorang
muslimah untuk menikah. Dikatakan Islami karena prosedur yang dilakukan
sesuai dengan syariat Islam. Salah satu di antaranya adalah Club Ummi
Bahagia.
3. Langsung, dalam arti calon sudah dikenal terlebih
dahulu dan ia berakhlaq Islami menurut kebanyakan orang-orang yang dekat
dengannya (temannya atau pihak keluarganya). Namun pacaran tetap
dilarang oleh Islam. Jika masing-masing sudah cocok maka segera saja
melamar dan menikah. Kadang kala yang tertarik lebih dahulu adalah
muslimahnya, maka ia dapat menawarkan dirinya kepada laki-laki saleh
yang ia senangi tersebut (dalam hal ini belum lazim di tengah-tengah
masyarakat kita). Seorang sahabiat pernah datang kepada Nabi SAW dan
menawarkan dirinya pada beliau. Maka seorang wanita mengomentarinya,
“Betapa sedikit rasa malunya.” Ayahnya yang mendengar komentar putrinya
itu menjawab, “Dia lebih baik dari pada kamu, dia menginginkan Nabi SAW
dan menawarkan dirinya kepada beliau.”
Sebuah cerita bagus
dikemukakan oleh Abdul Halim Abu Syuqqoh pengarang buku Tahrirul Mar’ah,
bahwa ada seorang temannya yang didatangi oleh seorang wanita untuk
mengajaknya menikah. Temannya itu merasa terkejut dan heran, maka wanita
itu bertanya, “Apakah aku mengajak Anda untuk berbuat haram? Aku hanya
mengajak Anda untuk kawin sesuai dengan sunnah Allah dan Rasul-Nya”.
Maka terjadilah pernikahan setelah itu.
Semua upaya tersebut
hendaknya dilakukan satu persatu dengan rasa sabar dan tawakal tidak
kenal putus asa. Di samping itu seorang muslimah sambil menunggu
sebaiknya ia mengaktualisasikan kemampuannya. Lakukan apa yang dapat
dilakukan sehingga bermanfaat bagi masyarakat dan dakwah. Jika seorang
muslimah kurang pergaulan, bagaimana ia dapat mengenal orang lain yang
ingin menikahinya.
Barangkali perlu mengadakan evaluasi terhadap
kriteria pasangan hidup yang ia inginkan. Bisa jadi standar ideal yang
ia harapkan menyebabkan ia terlalu memilih-milih. Menikah dengan orang
hanif (baik keagamaannya) merupakan salah satu alternatif yang perlu
diperhatikan sebagai suatu tantangan dakwah baginya.
Akhirnya,
semua usaha yang telah dilakukan diserahkan kembali kepada Allah SWT. Ia
Maha Mengetahui jalan kehidupan kita dan kepadaNyalah kita berserah
diri. Wallahu A’lam bishowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar