Akhir-akhir ini cukup sering muncul acara seminar dengan tajuk pra-nikah di
kampus-kampus, bahkan terkadang dibuat beberapa sesi. Alhamdulillah,
dari sederet acara-acara yang digelar dengan topik serupa tak pernah
sepi peserta. Beda ceritanya dengan kajian-kajian yang membahas tentang
Aqidah, Fiqih, Tafsir, Hadits dan kajian tentang pemahaman dasar
lainnya, menjadi tak cukup laku. Tentu kajian dengan tema tentang
persiapan menikah menjadi pilihan yang paling banyak diambil untuk
dihelat oleh beberapa lembaga dakwah kampus dalam men-syiarkan Islam dan
menggaet massa minimal sekali pada satu periode kepengurusan. Secara
logis, hal ini diterima karena penyelenggara setidaknya dapat melakukan
suatu misi yaitu mencegah semakin banyaknya fenomena pacaran yang belum
halal sebelum akad terlafal. Kejadian ini juga akhirnya menimbulkan
kegalauan-kegalauan tersendiri bagi para peserta yang awalnya belum siap
menikah menjadi terpacu meningkatkan keinginan untuk segera menikah.
Entah mengapa, biasanya peserta dari acara semacam ini kebanyakan adalah
akhwat.
Maka tak heran jika berada di kerumunan banyak
akhwat, salah satu tema pembicaraan yang biasanya ada adalah tentang
pernikahan. Atau ini memang naluriah bawaan seorang wanita berbicara
tentang menikah? Wallahu a’lam. Banyak hal yang kemudian menjadi satu
topik hangat, entah dari kriteria, visi keluarga, ataupun rencana
berdakwah bersama. Luar biasa indah jika setiap pembicaraan itu berada
dalam rangka menciptakan kecintaan kepada Allah.
Suatu ketika pada
sebuah kajian kemuslimahan Jumat yang dilaksanakan lembaga dakwah
fakultas yang saya ikuti, seorang adik kelas sebagai MC menyampaikan muqaddimah tentang
materi kemuslimahan. Sebuah frasa yang memang sudah sangat sering ia
ulang-ulang, yaitu tentang 3 peran besar seorang Muslimah, antara lain mar’atus shalihah (wanita yang shalihah) sebagai pribadi, zaujatu muthi’ah (istri yang taat dan penyayang) sebagai seorang istri, dan ummu madrasah
(ibu pendidik) sebagai seorang ibu. Karena pembicara pada hari itu
berhalangan untuk hadir, maka seketika acara diubah menjadi sesi sharing.
Beberapa orang berkesempatan menyampaikan pengetahuan dan pesan untuk
dibagi kepada sesama Muslimah, begitupun dengan saya. Pada kesempatan
itu saya mencoba bertanya kepada para peserta yang hadir, “kalau
teman-teman sedang berkumpul sering membicarakan tentang pernikahan?”
serentak mereka tertawa dan ada seorang yang menyahut “iyaaa…”. Nah
ternyata benar, bahkan muslimah-muslimah yang ada di sekitar kita pun
senang membicarakan tentang pernikahan, seolah sudah sangat rindu akan
ibadah separuh agama itu. Di mana Allah janjikan bahwa setiap sentuhan
adalah ibadah yang bernilai pahala.
Maka wajar saja…
Dengan
demikian, ketika bersemangat membicarakan tentang pernikahan, ketika
bersemangat merenda harap dalam visi yang bersamaan sudahkah sepadan
semangat kita dalam mempersiapkan?
Sudah berapa banyak kalam Allah yang dihafal dan resapi lafal?
Sudah berapakah buku yang diganyang setiap simpang?
Sudah berapa banyak lelah yang diseka tanpa sesal?
Sudah berapa sigap hati yang disiapkan jika terjadi beda sikap?
Sudah berapa waktu yang tertunggu untuk saling mengadu?
Sudah berapa waktu yang siap digadai mencoba resep baru?
Seberapa iman mengikat untuk saling menegakkan doa dengan khidmat?
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?”
Hanyalah
Muslimah shalihah yang mampu menyemai tunas-tunas akhlaq kebaikan,
ialah yang menyalakan sinar harapan, dan ialah yang menyucikan
keindahan. Rasulullah bersabda, “Dunia adalah perhiasan dan perhiasan
terbaik di dunia ini adalah wanita yang shalihah”. (HR. An Nasa’i dan
Ahmad)
Ialah shalihah, yang menjadi perhiasan sekaligus sumber
kebahagiaan, yang melahirkan keanggunan pandang, dan yang menyuguhkan
pesona keikhlasan. Rasulullah bersabda, “Ada empat kebahagiaan: istri
yang shalihah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang baik, dan
kendaraan yang nyaman” (HR. Ahmad)
Dan sungguh ialah Shalihah yang
bisa menghujam dunia, ialah yang menjunjung derajat kemuliaan, menembus
batas agung jalan surga maha mulia. Rasulullah bersabda, “Ketika
seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan,
menjaga kehormatannya dan mematuhi suaminya, maka dia akan masuk surga
dari beberapa pintu yang diinginkan.” (HR. Al – Bukhari, Al- Muwaththa’,
dan Musnad Imam Ahmad)
Maka akhwat, bersabar dan bersiaplah jika
telah datang rindu untuk menikah. Menjadilah muslimah yang berbeda, dan
rayakan kemerdekaan jiwa bersama tutur kalam-Nya.
Karena sungguh
akan tiba masa, kita memangku amanah beberapa generasi pembawa panji
agama. Agama yang Allah janjikan kemenangan lagi nantinya. Semoga kita
di antara pasukan yang menyiapkannya. Aamiin…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar