Do’a yang agung ini
mengandung 4 perkara yang agung pula. Wajib untuk mengilmui dan
memahaminya agar do’a ini benar-benar memberikan faidah bagi yang
berdo’a. Keempat perkara tersebut adalah:
1. MEREALISAKSIKAN TAUHIDULLAH
Yaitu mewujudkan kemurnian ‘ubudiyyah (ibadah
dan penghambaan diri) hanya kepada Allah. Jika engkau menginginkan
hilangnya kesusahan dan kesempitan dari hidupmu, maka wujudkanlah
‘ubudiyyah hanya kepada-Nya. Camkanlah bagaimana ikrar ‘ubudiyyah
tersirat dari do’a yang agung ini. Engkau mengucapkan: “Wahai Allah,
sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu yang laki-laki dan
perempuan…”, ucapan ini bermakna; aku hanya menyeru kepada-Mu, mengharap
kepada-Mu, meminta kepada-Mu, bersandar kepada-Mu, dan aku hanya
kembali kepada-Mu. Kalimat: “aku adalah hamba-Mu…” juga mengandung
makna; aku hanya menyembah-Mu, menghinakan diri kepada-Mu, Engkau yang
menciptakan aku, Engkau yang menjadikan aku ada setelah sebelumnya aku
tidak ada, dan Engkaulah yang memegang kendali setiap urusanku.
Adapun kalimat “aku adalah anak dari hamba-Mu yang
laki-laki dan perempuan..” bermakna; aku adalah anak dari ayahku,
kakekku, sampai ke Nabi Adam,
yang mana mereka semua adalah hamba-Mu tanpa terkecuali. Dan aku adalah
anak dari ibuku, sampai ke Hawa, yang mana mereka semua adalah hamba-Mu
tanpa terkecuali.
Tentang hal ini terdapat 4 buah hadits yang menguatkan kesimpulan bahwa Tauhidullah adalah penghilang utama kesusahan dan kesempitan hidup manusia.
Hadits Pertama: Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam ketika dalam kondisi susah, beliau mengucapkan:
لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ
وَرَبُّ الأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيْمِ
“Tidak ada Tuhan yang berhak disembah
(dengan benar) kecuali Allah, Yang Mahaagung dan Mahalembut. Tidak ada
Tuhan yang berhak disembah (dengan benar) kecuali Allah, Tuhan ‘Arsy
yang besar. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah (dengan benar) kecuali
Allah, Tuhan langit, Tuhan bumi dan Tuhan ‘Arsy yang mulia.” [Hadits
Shahih, Shahih Bukhari: 6346, Shahih Muslim: 2703]
Jika makna do’a di atas benar-benar merasuk ke
dalam hati dan telah menguasainya, maka hati akan disibukkan oleh
hakikat dan tujuan terbesar dalam hidupnya, yaitu Allah. Sehingga segala
rasa sakit dan susah di dunia, segenap masalah sebesar apapun itu, akan
menjadi kecil bahkan sirna tanpa ada sisa.
Hadits Kedua: Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam berkata kepada Asma’
binti ‘Umais; “Maukah engkau aku ajarkan beberapa kalimat yang bisa
engkau ucapkan ketika tertimpa kesusahan? Yaitu engkau mengucapkan:
اللهُ، اللهُ رَبِّيْ لاَ أُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
“Allah…, Allah Tuhanku, aku tidak berbuat syirik terhadap-Nya sedikitpun.” [Hadits Shahih, riwayat Abu Dawud, lih. Shahihut Targhib: 1824]
Hadits Ketiga: Dari Abu Bakrah Radhiallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah mengajarkan do’a bagi mereka yang tertimpa kesusahan:
اللَّهُمَّ
رَحْمَتَكَ أَرْجُوْا، فَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْـسِيْ طَرْفَتَ عَيْنٍ،
وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ
“Ya
Allah, hanya rahmat-Mu yang aku harapkan, maka janganlah Engkau
tinggalkan aku bergantung pada diriku sendiri walaupun hanya sekejap
mata, dan perbaikilah segala urusanku, Tidak ada Tuhan yang berhak
disembah (dengan benar) kecuali hanya Engkau seorang.” [Hadits Hasan,
riwayat Abu Dawud, lih. Shahihul Jami’: 3388]
Hadits Keempat: Dari Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah bersabda: “Do’a Nabi Yunus (Dzun Nuun) ketika dia terpenjara di dalam perut ikan:
لاَ إِلَهَ إِلاَ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ
‘Tidak ada Tuhan yang berhak disembah
(dengan benar) selain Engkau, Mahasuci Engkau, sungguh aku termasuk
orang yang telah berbuat zhalim.” Tidaklah seseorang berdo’a dengannya
(menggunakan kalimat tersebut) dalam kondisi apapun, melainkan pasti
Allah akan mengabulkan (do’a)nya.’” [Hadits Shahih, riwayat at-Tirmidzi,
lih. Shahihul Jami’: 3383]
Keempat do’a di atas (jika direnungkan maknanya) maka sangat jelas bahwa keempat-empatnya mengandung hakikat makna kalimat tauhid
“Laa ilaaha illallaah”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa; Tauhidullah
adalah obat yang paling mujarab dan paling cepat dalam memusnahkan rasa
susah, sakit, sedih, dan gundah gulana.
PENTING untuk dicatat, bahwa
do’a-do’a di atas hanya akan manjur dengan syarat; orang yang
mengamalkannya benar-benar memahami, meyakini makna dan mewujudkan
konsekuensi-konsekuensi dari do’a tersebut. Sehingga bagi orang yang
bergantung kepada selain Allah -misalkan-, baik itu kuburan orang-orang
sholeh atau benda-benda “keramat” yang dianggap sakti, maka do’a-doa’
di atas tidak ada faidahnya sama sekali. Bahkan orang tersebut akan
selalu terbelenggu dalam perbudakan makhluk, kesusahan dan kesempitan
hidupnya tidak akan pernah sirna karena ia telah berbuat syirik kepada
Allah, dan melanggar konsekuensi-konsekuensi dari makna do’a-do’a
tersebut.
2. IMAN PADA TAKDIR ALLAH
Takdir adalah ketentuan Allah yang telah tetap atas
semua makhluk-Nya. Termasuk di dalamnya kesusahan hidup, musibah,
kemiskinan dan kemelaratan, juga kebahagiaan dan kesenangan. Sekalipun
musibah terasa pahit, namun tetap itu adalah takdir Allah Yang Mahaadil
yang tidak akan pernah zhalim kepada makhluk-Nya. Keridhaan menerima
takdir Allah (khususnya yang pahit) dengan sabar, justru akan
mendatangkan ketenangan hidup, mengobati hati yang susah, dan
melapangkan kesempitan di dalam dada.
Oleh karena itu di dalam do’a (yang sedang dikupas)
ini terdapat ikrar akan takdir Allah, yaitu pada kalimat; “ubun-ubunku
berada dalam genggaman tangan-Mu, telah tetap hukum-Mu terhadapku,
sungguh adil ketentuan (takdir)-Mu atasku…”
Allah berfirman (artinya): “Tidaklah suatu musibah
menimpa, melainkan dengan izin Allah. Barangsiapa yang beriman kepada
Allah maka Allah akan memberi petunjuk pada hatinya.” [QS. at-Taghabun:
11]
Ulama salaf menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan
“orang yang beriman kepada Allah” dalam ayat di atas adalah: “hamba
mukmin yang apabila ditimpa musibah, dengan segera ia mengetahui bahwa
musibah tersebut datang dari Allah, lantas ia ridha dan menyerah diri
kepada Allah.” [Aatsarul Adzkaar as-Syar’iyyah hal. 30, Syaikh
‘Abdurrazzaq al-Badr]
3. TAWASSUL DENGAN “ASMA’ ALLAH”
Bertawassul menggunakan Nama-Nama dan Sifat Allah
adalah salah satu cara berdo’a yang paling disyari’atkan dalam Islam,
dan pengaruhnya pun sangat ampuh. Allah berfirman:
وَلِلّهِ الأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَدْعُوْهُ بِهَا
“Allah memiliki Nama-Nama yang husna, maka berdo’alah dengannya..” [QS. al-A’raaf: 180]
Terdapat banyak hadits shahih yang menunjukkan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam sering
kali berdo’a menggunakan wasilah Nama dan Sifat Allah, salah satunya
adalah do’a yang sedang dikupas ini, menjadikan Nama-Nama Allah sebagai
wasilah. Yaitu pada kalimat: “…Aku memohon kepada-Mu dengan (wasilah)
Nama-Nama-Mu, …dst”
Do’a yang sedang dikupas ini menjadi dalil bahwa
ada Nama-Nama Allah yang masih bersifat rahasia di sisi-Nya. Sehingga
Nama-Nama Allah (yang juga mencerminkan Sifat-Sifat-Nya) tidak bisa
dibatasi (apalagi hanya sebatas 20 Sifat saja-red). Di akhirat kelak
akan terbukti kedahsyatan do’a Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam saat
beliau bertawassul menggunakan Nama-Nama Allah yang masih rahasia itu,
ketika manusia meminta syafa’at beliau agar hisab mereka disegerakan
oleh Allah. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
فَأَنْطَلَقُ
فَآتِيْ تَحْتَ الْعَرْشِ فَأَقَعُ سَاجِدًا لِرَبِّي ثُمَّ يَفْـتَحُ
اللهُ عَلَيَّ وَيُلْهِمُـنِيْ مِنْ مَحَـامِدِهِ وَحُسْنِي الثَّنَاءِ
عَلَيْهِ شَيْئًا لَمْ يَفْتَحْهُ لأحَدٍ قَبْلِيْ
“Kemudian aku mendatangi (Allah), di
bawah ‘Arsy aku bersujud untuk Rabb-ku, kemudian Allah membukakan
bagiku, dan mengilhamkan aku untaian (kalimat) puji-pujian terbaik
bagi-Nya, yang belum pernah dibukakan untuk seorang pun sebelumku.”
[Shahih Bukhari: 4812, Shahih Muslim: 194]
4. MEMBACA & MENGAMALKAN AL-QUR-AN
Dalam do’a ini terdapat kalimat: “…agar sudi
kiranya Engkau jadikan al-Qur-an sebagai “hujan musim semi” dalam
hatiku, cahaya di dadaku, penghilang kesedihanku dan kesusahanku.”
Tidaklah kita diselimuti oleh kabut kesusahan dan
kesempitan hidup melainkan karena kita jauh dari al-Qur-an, baik itu
dari membacanya, memahaminya, dan terlebih-lebih lagi dari mengamalkan
tuntunannya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda (artinya):
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di
salah satu rumah di antara rumah-rumah Allah untuk membaca al-Qur-an dan
saling mempelajarinya, melainkan pasti Allah akan menurunkan di antara
mereka as-Sakinah (ketenangan), mereka akan diliputi oleh rahmat,
dikelilingi oleh para Malaikat, dan dipuji oleh Allah di hadapan
makhluk-makhluk yang berada dekat dengan-Nya.” [Shahih Muslim: 2699 dari
Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar